Setiap orang pasti memiliki sebuah impian yang begitu ia idam-idamkan di dalam hidupnya, bahkan meski sudah tua renta sekalipun. Ketika sudah tua, diharapkan mereka sudah mencapai semua impiannya, dan bersenang-senang dengan keluarga terdekat.
Namun hal tersebut tidak pernah dirasakan oleh Daeng Baji.
Daeng Baji adalah seorang nenek yang kini sudah memasuki usia senja. Banyak mereka yang sudah berusia senja hidup bersantai dengan keluarga. Namun, Daeng Baji harus menerima kenyataan bahwa dia harus tetap memikul beban berat dengan bekerja sebagai pemulung.
Ya, sehari-hari Daeng Baji pergi berkeliling untuk memulung kardus bekas. Namun meski demikian, mimpiya untuk pergi ke tanah suci untuk umroh masih tetap ada.
Namun bagaimana lagi, Daeng Baji harus menerima kenyataan pahit ini. Penghasilannya sebagai pemulung kardus hanya untuk mengisi perut. Itupun masih kekusahan, apalagi untuk pergi umroh. Bagi Daeng Baji, mimpi tersebut hanya tinggal mimpi, dan dia terus menangis setiap mengingatnya.
Kalau Daeng Baji lagi sakit, dia berarti tidak dapat bekerja, dan mendapatkan uang. Sementara hanya dengan memulungnya dia mendapatkan uang, itu pun untuk makan saja. Jadi kalau sakit, Daeng sering menahan lapar, belum lagi keperluan lain yang tidak bisa dipenuhi.
Ketika sedang memulung, Daeng sering berhenti berhenti untuk menangis merenungi nasib. Ditambah lagi Daebang Baji harus hidup sebagai anak dan cucunya yang di rumah sederhana yang milik orang lain. Sementara itu, anak dan cucunya juga hanyalah seorang pekerja serabutan.